
Padang, Fakta Hukum Nasional _ Sudah lebih dari setahun, kasus dugaan korupsi kredit modal kerja (KMK) dari sebuah bank BUMN kepada PT Benal Icshan Persada (BIP) tak kunjung jelas ujungnya. Padahal, Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor SPRINT-01/L.3.10/Fd.1/06/2024 sejak 27 Juni 2024.
BIP diketahui dipimpin oleh BSN, yang kini duduk sebagai anggota DPRD Sumatera Barat. Situasi ini menimbulkan kecurigaan publik akan adanya intervensi politik dalam proses penegakan hukum.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang pernah bersuara soal ini. Menurut Fadhil dari LBH, proses hukum kasus BIP terkesan hilang timbul dan jauh dari prinsip transparansi. Kejari Padang diminta segera menuntaskan kasus ini secara tegas dan tidak diskriminatif.
Publik punya alasan untuk curiga. Kasus ini sudah berjalan lebih dari satu tahun tanpa kejelasan status hukum para pihak. Padahal, jika bukti-bukti telah cukup dan audit BPK sudah rampung, seharusnya proses hukum bisa bergerak lebih cepat.
Lambannya penanganan kasus ini justru memunculkan pertanyaan: apakah Kejari Padang lebih takut kepada elit politik lokal ketimbang patuh pada instruksi Jaksa Agung dan Presiden? Penegakan hukum tak boleh tunduk pada tekanan kekuasaan.
Jaksa Agung sendiri belum lama ini mengeluarkan peringatan tegas kepada seluruh jajarannya agar segera menyelesaikan perkara-perkara korupsi. Instruksi itu semestinya berlaku juga di Padang.
Jika Kejari Padang terus menunda penetapan tersangka, kegusaran publik tak bisa dihindari. Kecurigaan terhadap independensi aparat pun akan makin sulit dibendung. Jangan sampai publik akhirnya melaporkan langsung kasus ini ke Kejaksaan Agung dan Presiden karena merasa hukum tak berjalan.
Penegakan hukum harus berpihak pada kebenaran dan keadilan, bukan pada mereka yang punya akses kekuasaan. Kejari Padang diuji: apakah berani menuntaskan kasus ini atau terus bermain di zona abu-abu?
Oleh: Novrianto, SP
Ketua FWP-SB, Penasehat JPS, Pembina PJKIP