JAKARTA _ Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menegaskan laporan mahasiswa Islam Jakarta bernama M.Azhari yang melaporkan dirinya ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR terkait pernyataannya soal amandemen UUD 1945 keliru karena kekurang cermatannya dalam membaca berita dan memahami kata-kata. Bahkan, laporan tersebut dinilai memutar balikan fakta yang ada.
"Laporan yang disampaikan pelapor ke MKD tidak cermat. Tidak sesuai dengan fakta, namun saya tidak marah. Saya hanya menyesalkan saudara M.Azhari itu telah menyebarkan berita bohong (hoax) sebagaimana dimaksud dalam UU ITE 2024. Harapan saya saudara M.Azhari yang mengatasnamakan mahasiswa Islam Jakarta itu menyadari kekeliruannya," ujar Bamsoet di Jakarta, Jumat (7/6/24).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini juga menilai pelapor telah menyebarkan berita bohong atau hoax. Sekaligus melaporkan kebohongan yang direkonstruksi sedemikian rupa seolah-olah Ketua MPR mengklaim bahwa seluruh fraksi yang ada di DPR setuju amandemen. Padahal, faktanya berbeda sebagaimana dikutip oleh puluhan media cetak, elektronik dan online di hari yang sama.
"Seperti diketahui, statement tersebut dalam kaitan menjawab pertanyaan wartawan saat kami pimpinan MPR usai menerima Ketua MPR ke-11 Bapak Amien Rais. Saya katakan kalau seluruh partai politik setuju sepakat melakukan amandemen UUD NRI 1945, termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi kita, MPR RI siap untuk melakukan amandemen. Siap untuk melakukan perubahan karena kita sudah punya SOP-nya sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 37. Saya juga tidak bicara tentang pemilihan presiden kembali di MPR. Saya hanya berbicara tentang adanya aspirasi melakukan kaji ulang amandemen UUD NRI 1945 secara menyeluruh. Jadi, sekali lagi saya tegaskan, tidak ada statement yang menyatakan semua parpol telah sepakat melakukan amandemen UUD 1945," tandas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menuturkan, usulan amandemen UUD NRI 1945 merupakan aspirasi yang diterima pimpinan MPR RI saat melakukan silaturahmi kebangsaan kepada para tokoh bangsa. Agenda silaturahmi kebangsaan pimpinan MPR dengan para tokoh bangsa ini merupakan agenda resmi pimpinan MPR dalam rangka menyerap aspirasi mengenai berbagai persoalan kebangsaan dimana akan dijadikan sebagai bahan rekomendasi MPR 2019-2024 kepada MPR 2024-2029.
Silaturahmi kebangsaan yang dilaksanakan sejak akhir Mei 2024 telah mendatangi tujuh tokoh bangsa. Diantaranya, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI ke-11 Boediono, Ketua MPR RI ke-11 Amien Rais, Ketua MPR RI ke-14 Sidarto Danusubroto, dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Rencananya, Sabtu (8/6/24) besok pimpinan MPR RI akan bertemu dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
"Salah satu aspirasi yang diterima oleh pimpinan MPR, para tokoh bangsa tersebut mendukung dilakukannya amandemen UUD NRI 1945 dengan terlebih dahulu dilakukan kajian menyeluruh serta disiapkan naskah akademiknya. Kaji ulang UUD NRI 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali ini, karena UUD NRI 1945 dinilai telah kehilangan arah atau mengalami disorientasi sebagai bangsa. Bahkan, Ketua MPR RI ke-11 Amien Rais menyatakan menyesal dan meminta maaf karena telah melakukan amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, apabila seluruh partai partai politik sepakat dilakukan amandemen UUD NRI 1945, maka yang akan melaksanakan adalah MPR RI periode 2024-2029. Sebab, MPR RI periode saat ini tidak mungkin melakukan amandemen karena amandemen konstitusi membutuhkan syarat waktu enam bulan.
"Kami harap MPR yang akan datang melakukan langkah percepatan untuk penyempurnaan UUD kita, menata kembali sistem politik dan demokrasi yang sesuai dengan jati diri bangsa kita," pungkas Bamsoet. (red)