-->
  • Jelajahi

    Copyright © Fakta Hukum
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Selamat IdulFitri 1445 H

    Iklan

    Iklan

    Isak Tangis Pecah di Sidang Kopda Bazarsah: Keluarga Tiga Polisi Gugur Tuntut Keadilan

    Redaksi Fakta Hukum Nasional
    Selasa, 24 Juni 2025, Juni 24, 2025 WIB Last Updated 2025-06-24T16:56:38Z
    masukkan script iklan disini
    banner 719x885


    Palembang , Fakta Hukum Nasional _ Suasana ruang sidang Pengadilan Militer I-04 Palembang mendadak hening, lalu pecah dalam isak tangis memilukan. Keluarga tiga anggota Polri yang gugur ditembak Kopda Bazarsah tak kuasa menahan duka saat barang-barang terakhir milik para korban diperlihatkan Oditur Militer, Senin (23/6).


    Pakaian dinas, sandal, sepatu, tasbih, hingga seragam Kapolsek dibungkus plastik transparan semuanya berlumur kenangan terakhir, saksi bisu dari insiden berdarah dalam penggerebekan judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung.


    Tiga personel Polri yang gugur adalah AKP Anumerta Lusiyanto, Aipda Anumerta Petrus Apriyanto, dan Bripda Anumerta Ghalib. Mereka tewas tertembak saat menjalankan tugas memberantas praktik judi ilegal yang ternyata dikelola dua oknum TNI: Kopda Bazarsah dan Peltu Yun Heri Lubis.


    “Iya, Yang Mulia… dikembalikan...” lirih suara salah satu anggota keluarga, disambut tangis tak terbendung di ruang sidang.


    Detik-Detik Maut: Kesaksian Anggota yang Selamat


    Aipda Wara Ardany Rambe, Kanit Reskrim Polsek Negara Batin, menjadi saksi kunci. Ia nyaris menjadi korban keempat.


    “Kami berlima satu mobil. Kapolsek duduk di belakang bersama dua anggota lainnya. Saya di depan, Petrus menyetir,” tutur Wara dengan suara bergetar di hadapan majelis hakim.


    Sesampainya di lokasi, AKP Lusiyanto turun lebih dulu, berusaha menghadang kendaraan pelaku. Namun seketika, rentetan tembakan terdengar dari arah arena sabung ayam.


    “Saya melihat langsung—Kopda Bazarsah, berbaju hitam, mengarahkan senjatanya ke Petrus dan menembaknya. Bola matanya pecah. Saya panik, langsung lompat ke kebun singkong,” kata Wara yang nyaris tak sanggup melanjutkan ceritanya.


    Saat tembakan berhenti, ia kembali. Yang terlihat hanyalah jasad rekan-rekannya, bersimbah darah, gugur dalam tugas.


    Persidangan mengungkap fakta mengejutkan: praktik sabung ayam ilegal ini dilindungi dan dijalankan oleh dua oknum TNI. Lebih tragis lagi, senjata yang digunakan untuk membunuh para korban adalah SS1 modifikasi dengan komponen FNC, milik Kopda Bazarsah sendiri.


    Senjata itu ditampilkan di hadapan majelis hakim sebagai barang bukti utama. Kopda Bazarsah tidak membantah keterlibatannya.


    “Ini bukan sekadar pelanggaran disiplin atau pidana militer biasa. Ini pembantaian terhadap sesama aparat negara yang sedang menjalankan tugasnya,” tegas Oditur Militer I-05 Palembang, Letkol CHK Yudha Firmansyah dalam sidang.


    Oditur juga menambahkan bahwa keterlibatan senjata organik militer dalam tindakan kriminal sipil memperlihatkan degradasi moral serius dalam tubuh pelaku.


    Majelis Hakim: “Ini Luka Bagi Institusi”


    Ketua Majelis Hakim, Kolonel CHK Fredy Ferdian Isnartanto, juga menunjukkan keprihatinan mendalam terhadap kasus ini.


    “Pengadilan ini bukan hanya mengadili pelaku. Ini cermin luka mendalam bagi institusi TNI dan Polri, serta kepercayaan rakyat. Kami akan menilai perkara ini dengan cermat, setegak-tegaknya hukum,” ucap Kolonel Fredy di hadapan sidang terbuka.


    Ia menegaskan bahwa segala bentuk kekerasan bersenjata terhadap aparat penegak hukum yang sah, terlebih saat bertugas, merupakan kejahatan berat yang tak bisa ditoleransi.


    “Kami Hanya Ingin Keadilan”


    Keluarga korban tidak hanya kehilangan orang-orang tercinta, tetapi juga dihantui luka karena pelaku adalah bagian dari institusi negara yang seharusnya melindungi.


    “Kami kehilangan anak, suami, ayah—dalam tugas menegakkan hukum. Tapi pelakunya justru aparat yang menghancurkan kepercayaan kami,” ucap salah satu keluarga korban usai sidang.


    Sidang lanjutan dijadwalkan pekan depan. Sementara publik menanti, satu suara menggema dari Palembang: tuntaskan keadilan, jangan biarkan darah aparat negara mengering tanpa harga..(Rel)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini