-->
  • Jelajahi

    Copyright © Fakta Hukum
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Sengketa Tanah 7,9 Hektar Ferryanto Gani: Dugaan Mafia Tanah dan Inkonsistensi Eksekusi Putusan

    Redaksi Fakta Hukum Nasional
    Sabtu, 13 September 2025, September 13, 2025 WIB Last Updated 2025-09-13T04:06:16Z
    banner 719x885

     


    Padang, Fakta Hukum Nasional– Sengketa tanah seluas 7,9 hektar di Kelurahan Sungai Sapiah, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, kembali mencuat. Tanah milik Ferryanto Gani yang dibeli sejak 1982 dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 516, diduga menjadi bancakan praktik mafia tanah setelah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Padang menerbitkan sertifikat baru yang tumpang tindih.


    Untuk mempertahankan haknya, Ferryanto menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Padang terkait dugaan pelanggaran administratif penerbitan sertifikat. Pada Jumat (12/9/2025), majelis hakim yang dipimpin Tassha Nica Riana Sihotang menggelar pemeriksaan setempat di lokasi tanah bersama para pihak, aparat kelurahan, pemilik lahan berbatasan, hingga warga sekitar.


    Ferryanto menjelaskan, ia membeli tanah tersebut dari Cuaca Oesmanto melalui akta jual beli notaris. Sertifikat ditebus dari bank tempat digadaikan pemilik lama. Namun, pada 1995, Munir alias Polongan gelar Rajo Intan—pemilik asal tanah—melaporkan sertifikat hilang, sehingga BPN Padang menerbitkan SHM 597 yang kemudian dipecah menjadi 62 sertifikat.


    “Ini jelas praktik mafia tanah. Sertifikat saya, SHM 516, diakui hilang lalu BPN menerbitkan sertifikat baru untuk pihak lain,” ujar Ferryanto.


    Putusan Inkrah Tak Dijalankan


    Ferryanto sejatinya sudah memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Padang. Putusan Nomor 88/Pdt.G/2020/PN.Pdg tanggal 3 Februari 2021 memerintahkan BPN Kota Padang untuk memberlakukan kembali SHM 516 dan melakukan balik nama atas nama Ferryanto. Putusan itu telah berkekuatan hukum tetap dan bahkan sudah dieksekusi tiga kali, terakhir pada 14 November 2022.


    Namun, hingga kini BPN Padang belum menindaklanjuti. Ferryanto bahkan telah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp1,65 miliar sesuai arahan pejabat BPN, tetapi sertifikat tidak juga terbit.


    Belakangan, BPN Padang menyatakan tidak dapat menindaklanjuti permohonan pelaksanaan putusan, sehingga Ferryanto kembali melayangkan gugatan ke PTUN. Ia meminta majelis hakim memerintahkan BPN menerbitkan sertifikat tunggal atas namanya.


    Korban Lain Bermunculan


    Sengketa ini tak hanya merugikan Ferryanto. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengaku juga menjadi korban setelah membeli tanah dari oknum pejabat BPN pada 1995.


    “Tanah itu saya beli dengan mencicil dari pinjaman bank untuk investasi hari tua. Tapi ternyata bermasalah. Harapan saya pupus,” ujarnya sambil menangis.


    Kasus ini menambah daftar panjang dugaan praktik mafia tanah di Kota Padang yang kerap menimbulkan korban. Hingga kini, publik menanti langkah tegas BPN dalam menindaklanjuti putusan pengadilan serta menuntaskan polemik kepemilikan lahan tersebut.(hen)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini