
Padang, Fakta Hukum Nasional 13 September 2025 Kolaborasi Jurnalis Indonesia (KJI) menyoroti fenomena kian tertutupnya sejumlah pejabat daerah di Sumatera Barat terhadap jurnalis. Di tengah tuntutan transparansi dan keterbukaan informasi publik, justru muncul sikap anti-kritik dari para pemimpin yang menolak dikonfirmasi dan memilih bungkam saat dimintai keterangan oleh media.
Ketua Umum KJI, Andarizal, dengan tegas menyebut sikap tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik.
“Seorang pemimpin yang tidak siap dikonfirmasi, yang alergi terhadap kehadiran media, tidak layak menyandang gelar kepala daerah,” tegas Andarizal dalam keterangannya di Padang, Sabtu (13/9).
Menurut Andarizal, wartawan adalah penghubung antara rakyat dan pemerintah. Mereka bukan pengganggu, melainkan penjaga transparansi dan pengawal demokrasi. Menghindari klarifikasi, memutus komunikasi, atau bahkan menolak wawancara merupakan tindakan yang menciderai prinsip keterbukaan sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kepala daerah bukan raja. Mereka adalah pelayan rakyat yang digaji dari pajak masyarakat. Jika mereka menutup diri dari pers, artinya mereka menutup diri dari rakyat,” tambahnya.
KJI menerima laporan dari berbagai jurnalis lokal mengenai pejabat yang enggan merespons permintaan wawancara, tidak hadir dalam agenda klarifikasi, hingga sengaja menghindar ketika dikonfirmasi di lapangan. Praktik ini dianggap menciptakan atmosfer ketertutupan yang berbahaya bagi kualitas demokrasi lokal.
Andarizal menegaskan, demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh dalam ekosistem informasi yang terbuka. Sikap membungkam pers, kata dia, adalah awal dari runtuhnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
“Setiap informasi yang ditahan adalah kerikil yang menghambat arus kepercayaan antara rakyat dan pemimpinnya. Sudah saatnya pintu-pintu informasi dibuka, bukan hanya untuk wartawan, tapi untuk kebenaran itu sendiri,” pungkasnya..(tim08)