Padang Fakta Hukum Nasional _ Dugaan penyelewengan dana pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD oleh oknum RT di sejumlah kelurahan di Kecamatan Padang Selatan mencuat ke permukaan. Informasi penerimaan dana yang dinilai tidak transparan dan diduga menyimpang dari peruntukan memantik kekecewaan dan kecurigaan warga.
Seorang warga Kelurahan Pasa Gadang yang enggan disebutkan namanya mengaku kecewa berat setelah mengetahui adanya oknum RT yang menerima dana pokir, namun tanpa pernah melakukan sosialisasi, musyawarah, maupun pelibatan warga terkait pengajuan dan pemanfaatan dana tersebut.
“Dana pokir itu uang negara. Seharusnya diajukan melalui proposal yang jelas, direncanakan bersama warga, dan dipertanggungjawabkan secara terbuka. Tapi kami sama sekali tidak tahu-menahu,” ujar warga tersebut.
Ia menilai minimnya keterbukaan dan partisipasi masyarakat menjadi sumber utama kecurigaan. Warga, kata dia, tidak pernah melihat rincian anggaran, realisasi kegiatan, maupun laporan pertanggungjawaban dana pokir di lingkungan RT mereka.
Kasus serupa juga mencuat di Kelurahan Teluk Bayur. Andi, warga RT 03 RW 02, mempertanyakan dana pokir sebesar Rp10 juta yang disebut-sebut telah diterima langsung oleh oknum RT melalui transfer ke rekening pribadi RT.
“Dana itu katanya untuk pengadaan alat gotong royong seperti gerobak sorong, parang, cangkul, dan mesin potong rumput. Tapi faktanya, tidak satu pun barang tersebut pernah dibeli atau diterima warga,” tegas Andi.
Menurutnya, mekanisme pencairan dana pokir yang langsung masuk ke rekening RT semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan, terlebih barang yang tercantum dalam proposal tidak pernah direalisasikan di lapangan.
Menanggapi hal ini, praktisi hukum Padang, Suwandi, SH, MH, menegaskan bahwa dana pokir merupakan bagian dari keuangan negara/daerah yang penggunaannya wajib mematuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, serta tunduk pada regulasi yang berlaku.
“Setiap pengelola dana pokir wajib bisa menunjukkan proposal, bukti pencairan, rencana anggaran biaya, hingga laporan pertanggungjawaban. Informasi itu harus terbuka bagi masyarakat,” ujarnya.
Suwandi menegaskan, jika terbukti terjadi penyimpangan — baik penggunaan tidak sesuai peruntukan, penguasaan dana oleh pihak yang tidak berhak, maupun indikasi mark up — maka hal tersebut dapat berujung pada pelanggaran administrasi hingga tindak pidana.
Ia mendorong warga untuk menempuh jalur resmi dengan mengajukan klarifikasi tertulis kepada RT dan pihak kelurahan. Bila ditemukan bukti awal yang cukup, laporan dapat dilayangkan ke Inspektorat Daerah maupun aparat penegak hukum.
Sementara itu, warga berharap pemerintah kecamatan dan kelurahan tidak tinggal diam. Audit internal serta dialog terbuka dinilai mendesak dilakukan agar polemik tidak semakin meluas dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana publik dapat dipulihkan.
“Dana pokir harus kembali ke tujuan awalnya: memenuhi kebutuhan riil masyarakat, bukan menjadi ruang gelap yang rawan disalahgunakan,” pungkas warga..(Red/tim08)


