Kudus, fakta hukum nasional— Suasana arena pertandingan cabang olahraga karate di Pekan Olahraga Nasional (PON) Beladiri II 2025, Kudus, Jawa Tengah, mendadak berubah khusyuk pada Jumat (24/10/2025) siang. Matras pertandingan disingkirkan sementara, karpet digelar menutupi lantai gelanggang, dan ratusan insan olahraga—mulai dari atlet, pelatih, wasit, hingga ofisial dari berbagai provinsi-berjamaah melaksanakan salat Jumat.
Yang menarik, khatib pada salat Jumat tersebut adalah Ustadz Munandar Maska, wasit karate nasional asal Sumatera Barat yang juga menjabat sebagai Ketua Masjid Raya Ganting, Padang—salah satu masjid bersejarah di Indonesia.
Dalam khutbahnya yang bertema “Manusia yang Tidak Diterima Amalannya”, Munandar mengingatkan jamaah untuk senantiasa membersihkan hati dalam setiap amal, termasuk dalam dunia olahraga yang penuh semangat juang dan ambisi.
“Banyak manusia berbuat amal, tapi tidak diterima oleh Allah karena hatinya tidak bersih. Karena sibuk mencari kesalahan orang lain, karena lebih cinta dunia, karena kehilangan rasa malu,” ujarnya dengan suara teduh namun tegas.
Ia menekankan bahwa godaan dunia sering kali datang tanpa disadari, bahkan di tengah perjuangan meraih prestasi.
“Dunia ini hanya setetes, sementara akhirat itu seluas samudra. Jangan kita tertipu oleh setetes itu,” ucapnya.
Dalam khutbahnya, Munandar juga menyinggung pentingnya menjaga rasa malu dan integritas, baik di arena pertandingan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
“Kalau malu hilang, maka hilanglah iman. Maka berhati-hatilah ketika kita merasa biasa saja berbuat salah,” tuturnya menutup khutbah.
Usai salat Jumat, sejumlah atlet dan ofisial tampak menghampiri Munandar untuk menyampaikan kesan mereka. Banyak di antara mereka merasa tersentuh oleh pesan keikhlasan yang disampaikannya.
“Khotbahnya sederhana tapi mengena. Kami jadi diingatkan untuk menjaga niat dalam bertanding,” ujar seorang atlet asal Sulawesi.
Kehadiran Munandar Maska di PON Beladiri II bukan hanya sebagai wasit yang menegakkan aturan di lapangan, tetapi juga sebagai sosok yang mengingatkan pentingnya nilai-nilai keimanan di tengah kompetisi nasional.
Di antara hiruk pikuk perjuangan atlet mengejar medali, suara khatib dari Padang itu menjadi pengingat bahwa kemenangan sejati bukan hanya di podium, melainkan ketika amal diterima di sisi Allah SWT.( rel/ hen)


